Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Alquran dan Sastra Narasi

Angelika Neuwirth dalam risetnya menunjukkan bahwa dalam al-Qur’an terdapat unsur linguistik, struktur surat dan sastra. Neuwirth wajar mengatakan demikian, karena ia merupakan Profesor dalam bidang sastra Arab. Menurut Neuwirth, susunan al-Qur’an tidak terstruktur dengan rapi jika dilihat dari segi sastra kisah, dengan argumentasi bahwa al-Qur’an tidak menyajikan narasi yang kontinyu, hanya saja keterkaitan antar ayat atau surat dalam al-Qur’an saling melengkapi. Disitulah perbedaan al-Qur’an dengan Alkitab Ibrani yang menyajikan narasi secara berkelanjutan dan kronologis sebuah kisah yang bertujuan untuk menyanggah validitas al-Qur’an sebagai kitab otentik. Al-Qur’an sendiri bersifat conversation (antara Nabi dan Tuhan). Hanya beberapa saja teks al-Qur’an yang  unsur narasinya tidak kontinyu, oleh karenanya al-Qur’an selalu memuat pembuka surat seperti ‘basmallah’ atau perkara tanya-jawab dalam satu komposisi satu ayat, dan jawabannya ada pada ayat lain. Unsur linguistik (kebaha

Embrio Hermeneutika Dalam Tafsir Klasik

-Ade Chariri Dalam Disertasi Khaled Troudi yang berjudul Qurʾānic Hermeneutics with Reference to Narratives; A Study in Classical Exegetical Tradition ,  mencoba mengungkapkan adanya misi hermeneutika dalam penafsiran para penafsir klasik. Mengacu pada pembagian tokoh klasik yang dikaji oleh Troudi, maka yang dimaksud periode klasik di sini ialah dimulai pada tahun sekitar 270 H/890 M. Adapun para tokoh klasik yang disebutkan oleh Troudi ialah:  Hūd Ibn Muḥakkim al-Hawwārī (w. 280 H/893 M),  Abū Jaʿfar Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī (w. 310 H/923 M),  Abū Isḥāq Aḥmad ibn Muḥammad ibn Ibrāhīm al-Thaʿlabī (w. 427 H/1035 M),  Abū Qāsim Jārullāh Mahmud bin ʿUmar al-Zamakhsharī (w. 538 H/1144 M),  Abū ʿAlī Faḍl ibn al-Ḥasan ibn al-Faḍl al-Ṭabrisī (w. 548 H/1154 M),  Abū ʿAbdullāh bin ʿUmar bin Ḥusayn Fakhr al-Dīn al-Rāzī (w. 606 H/1209 M),  Abū Muḥammad ibn Abī Naṣr Shīrāzī Ruzbihān al-Baqlī (w. 606 H/1209 M), dan  Niẓām al-Dīn bin al-Ḥasan ibn al-Ḥusayn al-Khurāsānī Nisābūrī (w. 728 H/ 13

Al-Qur'an sebagai Kitab Budaya?

Gambar
Sumber: google/kemdikbud.kebudayaan.go.id -Ade Chariri Membincang perihal hermeneutika al-Qur'an yang masih menjadi sorotan dalam dunia akademik kajian al-Qur'an, maka sama halnya berbicara tentang universalitas al-Qur'an. Salah satu tokoh yang cukup "seksi" untuk dibahas ialah Nashr Hamid Abu Zayd, yang mengatakan bahwa Alquran adalah sebuah teks yang mengatasi dan melampaui teks-teks lain dalam sejarah. Konsep tersebut bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh para revisionis barat yang menyatakan dan mensejajarkan teks al-Qur'an dengan Injil dalam segala hal, termasuk keasliannya. Abu Zayd mencoba mengembangkan hermeneutikanya dengan acuan konteks sosial-budaya yang berlaku. Meskipun penerapan al-Qur'an disesuaikan dengan konteks sosial-budaya, namun Abu Zayd tidak menghilangkan konsep al-Qur'an adalah wahyu yang otentik--yang  merupakan alat komunikasi Nabi dengan Tuhan melalui Malaikat Jibril. Dengan demikian, apa yang menjadi pemiki

Orientalisme dan al-Qur'an

Gambar
Sumber: google/alifid -Ade Chariri Studi kajian al-Qur'an menjadi semakin menarik pada era sekarang (mulai tahun 2000-an) dengan banyak bermunculan orientalis maupun akademisi barat yang concern pada studi yang mereka sebut dengan progresifitas al-Qur'an (hermeneutika). Interpretasi terhadap al-Qur'an menjadi sangat penting dan menarik pada era sekarang. Dalam memahami al-Qur'an, seharusnyalah tidak parsial (terpisah-pisah). Keberlakuan sebuah ayat memiliki sasaran dan wilayah masing-masing, ada beberapa ayat yang bersifat lokal-temporal dan ada beberapa ayat yang sasaran hukumnya bersifat universal. Sifat ayat yang "lokal" ini bukan berarti mempunyai makna bahwa ayat tersebut hanya berlaku pada satu wilayah saja, namun pesan moralnya dapat diterapkan dalam wilayah lain yang relevan dan membutuhkan interpretasi tersebut dengan kritis dan ilmiah. Keraguan beberapa orientalis-yang skeptis-terhadap otentisitas al-Qur'an sebagai kalam Allah, sebenanrnya te