Al-Qur'an sebagai Kitab Budaya?

Sumber: google/kemdikbud.kebudayaan.go.id



Membincang perihal hermeneutika al-Qur'an yang masih menjadi sorotan dalam dunia akademik kajian al-Qur'an, maka sama halnya berbicara tentang universalitas al-Qur'an. Salah satu tokoh yang cukup "seksi" untuk dibahas ialah Nashr Hamid Abu Zayd, yang mengatakan bahwa Alquran adalah sebuah teks yang mengatasi dan melampaui teks-teks lain dalam sejarah. Konsep tersebut bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh para revisionis barat yang menyatakan dan mensejajarkan teks al-Qur'an dengan Injil dalam segala hal, termasuk keasliannya.
Abu Zayd mencoba mengembangkan hermeneutikanya dengan acuan konteks sosial-budaya yang berlaku. Meskipun penerapan al-Qur'an disesuaikan dengan konteks sosial-budaya, namun Abu Zayd tidak menghilangkan konsep al-Qur'an adalah wahyu yang otentik--yang merupakan alat komunikasi Nabi dengan Tuhan melalui Malaikat Jibril. Dengan demikian, apa yang menjadi pemikirannya telah mampu diterima beberapa akademisi Muslim yang mengkaji al-Qur'an. Beberapa contoh cara menguji otentisitas al-Qur'an yang dilakukan Abu Zayd adalah melalui kisah-kisah para Nabi (qashas al-anbiya), seperti kisah Nabi Zakaria dan Maryam.
Mengapa? Seaba Abu Zayd ingin memberikan ilustrasi bahwa al-Qur'an diturunkan bertujuan untuk seluruh umat sebagai sasarannya. Komunikasi yang terbangun antara Allah dan Rasul-Nya menggunakan bahasa "langit’" maka sangat mustahil jika teks Alquran dapat dirubah, hanya saja penafsirannya dapat diinterpretasikan sesuai konteks sosial-budaya tanpa menghilangkan konsep kewahyuan al-Qur'an. 
Menurut Abu Zayd, teks tidak bertindak sendiri, tetapi efektifitasnya dapat terealisasi melalui manusia yang menganggap teks sebagai risalah dan balagh. Sebutan ummi bagi Nabi, justru menjadi "keuntungan" tersendiri bagi al-Qur'an untuk menunjukkan perbedaannya dengan Injil, karena Injil temodifikasi dengan teks orang Arab ahli Kitab, hingga pada akhirnya muncul berbagai versi penulisan Injil. Penulisan teks Alquran yang memuat banyak kemukzijatan, uslub yang indah, serta unsur balaghahnya, sudah mampu menegaskan perbedaanya dengn Injil, maupun kitab samawi lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semiotika Surah Al-Kahfi

Sisi Lain Covid-19

Alquran dan Sastra Narasi